Secara garis besar, Amsal Bakhtiar membagi periodeisasi sejarah
perkembangan ilmu pengetahuan menjadi empat periode: pada zaman Yunani kuno,
pada zaman Islam, pada zaman renaisans dan modern, dan pada zaman kontemporer.
Periodeisasi ini mengandung tiga kemungkinan. Pertama, menafikan adanya
pengetahuan yang tersistem sebelum zaman Yunani kuno. Kedua, tidak adanya data
historis tentang adanya ilmu sebelum zaman Yunani kuno yang sampai pada kita.
Ketiga, Bakhtiar sengaja tidak mengungkapnya dalam bukunya. Jika kemungkinan
pertama yang terjadi, maka informasi dari teks-teks agama tentang nama-nama
yang Adam ketahui, misalnya, tidak termasuk ilmu tetapi hanya pengetahuan
belaka. Jika kemungkinan kedua yang benar, maka bukan berarti pengetahuan yang
tersistem hanya ditemukan dan dimulai pada zaman Yunani kuno, tetapi ia sudah
ada sebelumnya hanya saja informasinya tidak sampai pada kita. Jika kemungkinan
ketiga yang berlaku, maka penulis perlu mengungkapnya meski hanya sekilas
karena keterbatasan referensi yang ada pada penulis.
Menurut George J. Mouly, permulaan ilmu dapat disusur sampai pada permulaan
manusia. Tak diragukan lagi bahwa manusia purba telah menemukan beberapa
hubungan yang bersifat empiris yang memungkinkan mereka untuk mengerti keadaan
dunia. Masa manusia purba dikenal juga dengan masa pra-sejarah. Menurut
Soetriono dan SDRm Rita Hanafie, masa sejarah dimulai kurang lebih 15.000
sampai 600 tahun Sebelum Masehi. Pada masa ini pengetahuan manusia berkembang
lebih maju. Mereka telah mengenal membaca, menulis, dan berhitung. Kebudayaan
mereka pun mulai berkembang di berbagai tempat tertentu, yaitu Mesir di Afrika,
Sumeria, Babilonia, Niniveh, dan Tiongkok di Asia, Maya dan Inca di Amerika
Tengah. Mereka sudah bisa menghitung dan mengenal angka. Meski agak berbeda
dengan pendapat tersebut, Muhammad Husain Haekal (1888-1956) berpendapat lebih
spesifik bahwa sumber peradaban sejak lebih dari enam ribu tahun yang lalu
(berarti sekitar 4000 SM) adalah Mesir. Zaman sebelum itu dimasukkan orang ke
dalam kategori pra-sejarah. Oleh karena itu, sukar sekali akan sampai kepada
suatu penemuan yang ilmiah.
Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai
permulaan zaman pra-sejarah dan zaman sejarah, dapat ditarik kesimpulan bahwa
ilmu lahir seiring dengan adanya manusia di muka bumi hanya saja penamaan
ilmu-ilmu itu biasanya muncul belakangan. Penekanan terhadap kegunaan dan
aplikasi cenderung lebih diutamakan daripada penamaannya. Teori ini berlaku
secara umum terhadap beberapa – untuk tidak dikatakan semua– disiplin ilmu dari
generasi ke generasi. Berbekal otak, pengalaman, dan pengamatan terhadap
gejala-gejala alam, manusia purba sudah barang tentu memiliki seperangkat
pengetahuan yang dapat membantu mereka mengarungi kehidupan. Seperangkat
pengetahuan tersebut semakin lama akan semakin tersusun rapi karena inilah
karakteristik dasar ilmu. Jika kita menafikan adanya ilmu tertentu yang mereka
miliki, maka kita akan sulit menjawab pertanyaan: mungkinkah mereka bisa
bertahan hidup bertahun-tahun tanpa bekal apapun?
Selanjutnya Mouly menyebutkan bukti-bukti secara berurutan terhadap
pernyataannya sebagai berikut: Usaha mula-mula di bidang keilmuan yang tercatat
dalam lembaran sejarah dilakukan oleh bangsa Mesir, di mana banjir sungai Nil
yang terjadi tiap tahun ikut menyebabkan berkembangnya sistem almanak,
geometri, dan kegiatan survei. Keberhasilan ini kemudian diikuti oleh bangsa
Babilonia dan Hindu yang memberikan sumbangan-sumbangan yang berharga meskipun
tidak seinsentif kegiatan bangsa Mesir. Setelah itu muncul bangsa Yunani yang
menitikberatkan pada pengorganisasian ilmu di mana mereka bukan saja menyumbang
perkembangan ilmu dengan astronomi, kedokteran, dan sistem klasifikasi
Aristoteles, namun juga silogisme yang menjadi dasar bagi penjabaran secara
deduktif pengalaman-pengalaman manusia.
Peradaban Mesir kuno, misalnya, mewariskan peninggalan-peninggalan bermutu
tinggi seperti piramida, kuil, dan sistem penatanan kota.
Peninggalan-peninggalan ini tidak mungkin ada tanpa adanya ilmu yang mereka
miliki. Proses pembangunan piramida yang menjulang tinggi dan tersusun dari
batu-batu besar pilihan tak bisa lepas dari matematika dan arsitektur. Begitu
pula dengan proses pembangunan kuil megah mereka. Sementara itu, sistem
penataan kota membutuhkan arsitektur dan administrasi pemerintahan. Dengan kata
lain, peninggalan-peninggalan bersejarah tersebut menunjukkan adanya ilmu-ilmu
tertentu yang mereka miliki sehingga mereka bisa mewujudkan impian mereka
menjadi kenyataan. Menurut Haekal, Mesir adalah pusat yang paling menonjol membawa
peradaban pertama ke Yunani atau Rumawi.
Sementara itu, menurut Betrand Russell, pada masa Babilonia lahir beberapa
hal yang tergolong ilmu pengetahuan: pembagian hari menjadi dua puluh empat
jam, lingkaran menjadi 360 derajat, penemuan siklus gerhana yang memungkinkan
terjadinya gerhana bulan bisa diramal dengan tepat dan gerhana matahari dengan
beberapa perkiraan. Pengetahuan bangsa Babilonia ini sampai ke tangan Thales ,
filosof Yunani.
0 komentar:
Posting Komentar